Selasa, 18 Juni 2013

Short Story -PEREMPUAN DI BALIK PINTU KACA-

Perempuan Di Balik Pintu Kaca

                Matahari kota Batam sore ini masih begitu menyengat kulit, namun sepasang kaki yang dibalut sepatu kets pendek berlari lincah menelusuri jalanan yang dipenuhi para pedagang kaki lima yang sedang menjajakan dagangannya kepada para pejalan kaki. Rambut panjang yang dibiarkannya tergerai melambai-lambai ketika angin menyapa rambutnya. Namun ia terus berlari tanpa memperdulikan hiruk pikuk yang ada disekitarnya sampai memasuki sebuah rumah yang sudah di bentuk menyerupai kantor, dengan pemancar yang lumayan tinggi menjulang di atap bangunan itu.
                “Lo dari mana aja sih, Nan? Udah jam berapa nih?” Cecar Gian kepada Kinan yang sedang menyeka keringat seraya mengatur nafasnya yang tersengal-sengal akibat berlarian sepanjang jalan menuju radio tempat ia bekerja.
                “Jangan ngomel dulu ya bapak PD. Keluar dulu gih, mau siaran nih.” Kinan menjawab santai dan mendorong Gian keluar studio. Gian hanya menjitak kepala cewek itu pelan lantas ia keluar, karena jam telah menunjukan pukul 16.09 dan cewek itu sudah hampir telat sepuluh menit.
Yap, Kinan adalah seorang penyiar radio IRAMA fm, salah satu radio anak muda di kota Batam. Kinan sudah hampir empat tahun menjadi seorang penyiar dan sudah empat tahun juga Kinan lulus SMA. Kinan tidak melanjutkan kuliah, karena keadaan perekonomian keluarga yang mengharuskan Kinan untuk bekerja dan Kinan juga salah satu anak yang pengertian terhadap situasi disekitarnya, sehingga ia tidak mempermasalahkan hal ini. Gian adalah Program Director di radionya yang sangat tau watak Kinan. Mereka memang sahabatan, namun Gian tetap profesional menjalankan tugasnya sebagai Porgram Director jika ada yang tidak taat peraturan.
Terlihat di dalam ruang siaran Kinan tengah menggunakan headphone lalu mulai opening program yang ia bawakan.
                “Kalau aja apa yang kita pengen langsung ada di depan kita, mungkin kita engga bakalan tau gimana rasanya berusaha untuk mendapatkannya. This is Dawai Senja with Kinan till drop. Hai, Irama Lovers, apa kabarnya sore ini? Seneng banget Kinan bisa temenin kamu lagi di Dawai Senja..”
                Suara renyah Kinan sudah terdengar mengudara dan tanpa Kinan sadari di balik pintu kaca tempat ia mengudara sekarang terlihat sepasang mata memperhatikannya dan tersenyum kecil.

***
“Kinan! Balik sama siapa?” Tukas Vindra seraya duduk di samping Kinan yang sedang memakai sepatu kets kesayangannya setelah menyelesaikan siarannya.
Vindra adalah teman siaran Kinan di IRAMA radio, Vindra juga salah satu penyiar favorit di radionya. Itu karena memang Vindra memilik suara yang bagus disamping ia memiliki wajah yang cukup ganteng. Selain itu, Vindra juga anak orang berada, namun Vindra memilih untuk hidup sederhana dan apa adanya. Ini yang membuat Kinan selalu senang berteman dengan Vindra.
                “Sendiri. Kenapa, Ndra? Lo kok belum balik?” Tanya Kinan seraya menoleh ke arah Vindra sebentar lalu melanjutkan memasang ketsnya.
                “Yaudah, gue anterin aja yok? Gue juga mau balik, tadi abis kelarin tugas kuliah dulu.” Tawar Vindra.
“Serius, nih? Asik-asik.” Tanpa pikir panjang Kinan menyanggupi tawaran dari Vindra, karena rumah Vindra juga satu arah dengan rumah Kinan.
                Setelah Kinan selesai memakai ketsnya, ia dan Vindra melaju dengan motor sport milik Vinda ke arah jalan perumahan rumah Kinan di daerah Tiban Anggrek.
                Di perjalanan Vindra tersenyum kecil di balik helm yang ia kenakan mendengar celotehan Kinan yang memang sepertinya penyiar adalah pekerjaan yang cocok untuknya. Vindra teringat kejadian setahun lalu yang membuat Vindra memiliki perasaan lain terhadap Kinan. Dimana pada saat itu Kinan meminjamkan jaketnya kepada Vindra ketika Vindra kehujanan saat sampai di radio. Sejak saat itu Vindra menyukai Kinan, namun ia tidak mau mengungkapkannya. Karena disamping satu kerjaan, ia jaga takut Kinan tidak menyukainya jadi ia membiarkan perasaannya. Setidaknya ia masih bisa bersama-sama Kinan seperti sekarang ini, pikir Vindra.
                “Nyampeee!” Vindra berhenti di rumah bercat hijau dengan pagar hitam disekelilingnya.
“Makasih ya, Ndra. Mau mampir dulu gak nih?” Tawar Kinan.
“Hhm, engga usah deh, gue langsung aja ya.” Ujar Vindra lalu menghidupkan kembali motornya dan melaju.
Kinan tersenyum melihat Vindra dengan motornya yang semakin jauh meninggalkan dirinya yang berdiri sebelum memasuki rumahnya.
***
“Ceileh, rapi bener mba. Mau kemane?” Goda Gian kepada Kinan setelah menyelesaikan siaranya. Kinan yang hari ini menggunakan rok selutut dan kaos lengan panjang juga tidak lupa kets yang sudah manis berada di kakinya memang terlihat sedikit rapi dari biasanya.
“Iya donk, kan gue mau di jemput sama Raka. Emang lo, bapak PD yang jomblonya udah engga bisa diselametin lagi!” Kinan berkata tanpa beban sambil merapikan poninya di layar handphonenya.
Gian menoyor kepala Kinan pelan. “Syialan lau, gini-gini yang mau sama gue juga banyak. Ya, gak, Ndra?” Gian meminta dukungan kepada Vindra yang duduk di depan mba Sany dan hanya tersenyum kecil.
“Lagi sakit, Ndra?” Tanya mba Sany kepada Vindra yang sedari tadi memang terlihat lebih pendiam tanpa mengalihkan padangannya dari kompiuter di depannya. Mba Sany adalah Music Director dan penyiar senior di radio IRAMA fm.
“Engga, mba. Lagi pusing dikit aja.” Jawab Vindra lalu berdiri dan mengambil playlist-playlist yang sudah di print untuk di letakan di ruang siaran.
“Vindra mana bisa sakit. Anak ajaib kayak dia sih kalo sakit cukup di ‘puk-puk’in sama Kinan udah seger lagi.” Sambar Gian yang langsung di toyor kepalanya oleh Kinan.
“Apaan sih lo!?” Vindra berkata dingin dan meninggalkan Gian, mba Sany dan Kinan.
Kinan melihat punggung Vindra dari balik studio siaran, yang menurutnya Vindra lain dari biasanya. Sedangkan Gian masih cengir-cengir.
Setelah Vindra selesai opening, Kinan masuk kedalam studio. Terdengar lagu Fix You milik Coldplay mengalun pelan di studio.
“Hey, lo lagi ada masalah ya? Cerita donk sama gue, kali aja gue bisa bantu.” Kinan duduk di sofa di hadapan meja siaran. Vindra tidak melepaskan pandangannya dari komputer didepannya.
“Gue gak apa-apa kok!” Vindra menjawab singkat.
“Ah, lo tuh sama gue pake rahasia-rahasiaan. Lo kenapa, Ndra? Lagi ada masalah di..”
“Gue kan udah bilang gue gak apa-apa! Udah deh!” Belum sempat Kinan menuntaskan kalimatnya, Vindra sudah memotong dan membentak Kinan.
Muka Kinan berubah merah padam menahan amarahnya yang hendak membuncah keluar mendengar bentakan dari Vindra, namun ia berusaha untuk menahannya.
“Lo tuh kenapa sih?! Lo denger ya, kalo gue gak peduli sama lo juga gue males nanya-nanya masalah lo. Makasih deh, bentakannya!” Kinan langsung berjalan keluar dari studio siaran.
Alunan Fix You milik Coldplay mengiringi langkah Kinan keluar dari studio.
..And the tears come streaming down your face, when you lose something you can’t replace. When you love someone but is goes to wasted. Could it be worse?

***
Sekitar pukul 19.30 Kinan sudah berada di mobil bersama Raka. Seharusnya Kinan seneng karena ia sekarang bisa jalan bersama Raka. Raka adalah teman SMA Kinan yang dulu pernah dekat dengannya, tetapi setelah lulus SMA Raka kuliah di Yogyakarta sehingga hubungan mereka menjadi tidak sedekat sewatktu SMA. Dan sekarang Raka datang lagi, mengisi kekosongan hati Kinan beberapa tahun ini.
Tapi Kinan juga sadar, hari-hari yang ia lalui dengan Vindra membuat ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia menyukai Vindra. Vindra yang selalu mengisi hari-hari Kinan. Vindra selalu mengantarkan Vindra pulang  ketika Kinan pulang sendiri, Vindra meminta Kinan untuk menemaninya makan, membeli baju dan segala hal.
Setiap hari Kinan memikirkan Vindra, namun ia menyadari bahwa Vindra hanya menganggap dirinya seorang teman, tidak lebih. Itu membuat Kinan tidak bisa menunjukan rasa sukanya kepada Vindra. Sampai akhirnya Vindra membentak Kinan tadi, itu membuat Kinan semakin yakin bahwa memang tidak seharusnya ia menyukai Vindra, melihat sekarang Raka sudah datang lagi di hidupnya.
“Kamu kenapa, Nan? Kok kayak ada yang dipikirin dari tadi?” Pertanyaan Raka memecah keheningan diantara mereka berdua.  
“Eh, gak kok, engga apa-apa. Hehe,” Kinan gelagapan menjawab pertanyaan Raka.
“Kamu gak seneng ya jalan sama aku?” Tanya Raka lagi sambil tangannya memutar-mutar frequency radio di mobilnya.
“Enggaaa.. Aku seneng banget malah, tadi aku kepikiran skateboard aku belum aku masukin ke kamar.” Terang Kinan cepat.
“Kamu nih engga berubah deh.” Raka berkata sambil tangan kirinya mengusap-usap rambut  Kinan.
Terdengar suara Vindra mengalun pelan di radio menemani Kinan dan Raka di sepanjang jalan.
Satu lagu dari miliknya Dashboard Confensional dengan Stolen spesial untuk kamu nih IRAMA Lovers yang ngerasa hatinya lagi di curi sama seseorang. Tapi bakalan sakit banget rasanya kalau orang yang udah berhasil mencuri hati kita udah suka sama orang lain, sebelum kita sempet untuk nyatain ke dianya. Well, masih barengan Vindra di Love is Love sampai ke jam 10 malam nanti...”
Kinan melihat radio di mobil Raka yang seolah orang yang sedang bersiaran itu tengah berada di hadapannya.

***
Kinan sedang menikmati lagu 100 Years miliknya Five For Fighting yang ia putarkan di sela-sela ia siaran program Dawai Senja sore ini. Mata Kinan terlihat menerawang  jauh, sejauh dimana ketika hatinya mulai nyaman dengan Vindra. Vindra yang ia harapkan juga menyukainya sebelum Raka datang lagi, sebelum Raka mengambil alih sebagian hatinya yang sekarang ia mantabkan sepenuhnya untuk Raka.
Kinan menghela nafas pelan lalu meraih headphone dan mulai bermonolog.”Welcomeback again on Dawai Senja and still with me, Kinan. Well, IRAMA Lovers satu lagu dari miliknya Five For Fighting dengan 100 Years. Lagu ini membuat kita untuk lebih menghargai waktu dan orang-orang di sekitar yang kita sayang, karna waktu juga yang bakalan misahin kita nantinya. IRAMA Lovers, ngomongin soal waktu, akhirnya waktunya Kinan juga harus pamit nih dari ruang denger kamu. Dont stop dreaming good things and more action, Kinan pamit, byeeee..”
Kinan membuka headphonenya dan membereskan bungkusan coklat kecil-kecil yang ia makan di sela siarannya. Tiba-tiba pintu studio terbuka dan terlihat Gian masuk lalu duduk di sofa depan meja siaran.
Gian menatap Kinan serius. “Nan, gue mau kasih tau lo sesuatu deh. Tapi lu jangan bete ya.”
“Apaan sih? Lo mau jujur ya, kalo lo yang nyolong coklat gue tempo hari?”
“Kok coklat sih? Bukan tentang coklat. Emang, sih, kemaren gue yang ambil coklat lo, tapi ini lebh dari coklat!” Gian semakin serius.
“Dasar lo. Hm, emang apaan sih?”
“Sebenernya Vindra tuh suka sama lo! Dia tuh sering banget liatin lo kalo lagi on air, dia sengaja.. ”
“Gak usah becanda deh lo,” Kinan melirik Gian tajam.
“Gue gak becanda, Nan. Udah setahun lebih si Vindra tuh nyimpen rasa sama lo tapi dia takut..”
“Iya, Nan. Gue emang suka sama lo! Tapi gue takut.. Gue takut untuk ngungkapinnya ke lo!” Tiba-tiba Vindra masuk dan menyambung kalimat Gian.
Kinan kaget dan menatap wajah Vindra, Gian juga tak kalah kagetnya mendengar kata-kata Vindra. Gian berdiri dan menatap Kinan serta Vindra bergantian
.“Oke, sekarang lo berdua kelarin deh. Gue mau untuk kedepannya gak ada efek ke kerjaan kita semua dan gue bisa ngerti kok, lo berdua temen gue. Kelarinnya jangan di dalem studio, tuh, mba Sany mau siaran.” Gian nyengir seraya berjalan keluar studio sambil menepuk bahu Vindra.

***
Kinan dan Vindra sekarang sudah duduk di lantai atas bangunan radio mereka. Ruangan terbuka sehingga mereka bisa melihat bintang yang betebaran di langit malam ini. Angin malam yang semilir menyibakan rambut keduanya kesana kemari, di tambah lampu jalan yang membuat malam ini begitu damai.
“Langit malam ini bagus, cerah.” Vindra memulai percakapan.
Kinan duduk sambil merangkul kakinya. “Iya, tapi sayang, gue gak secerah langit itu.”
“Maafin gue, Nan. Gue gak pernah punya nyali untuk nyatain perasaan gue ke lo, setahun lebih gue nyimpen  rasa ini buat lo. Hanya karna gue takut lo gak suka sama gue, gue takut bakalan bikin suasana di radio gak enak, gue..”
“Dan kenapa sekarang lo berani ungkapinnya?”
“Karna mungkin.. Mungkin ini waktu yang tepat, Nan!”
“Tepat? Mungkin buat lo, tapi buat gue engga! Gue juga suka, Ndra, sama lo. Tapi kenapa lo gengsi nyatain ke gue? Lo takut inilah, itulah. Kalo emang lo sayang sama gue, cukup lo nyatain tanpa imbalan gue mau atau gak sama lo itu gak bakalan susah, itu tuh belakangan. Karna yang pada akhirnya ternyata gue juga suka sama lo! Tapi lo udah rusakin semuanya, lo udah bentak gue..”
“Gue gak maksud untuk bentak lo, Nan. Gue cuman cemburu kemaren, denger lo mau jalan sama Raka!” Tukas Vindra.
“Lo gak gentle, Ndra. Lo tega sama gue dan perasaan lo sendiri!” Suara serak Kinan yang menahan tangis menyeruak diantara mereka berdua.
“Iya, Nan. Gue kayak banci, gue cuman berani liatin lo dari pintu studio, bahkan untuk ungkapin bahwa gue lebih dari setahun suka sama lo aja gue gak berani. Gue cuman berani curhat ke Gian, gak bisa bertindak lebih buat lo. Tapi please, kasih gue kesempatan sekali lagi, Nan!” Vindra meraih tangan Kinan.
Kinan memperhatikan tangannya yang sedang di genggam Vindra. “Ndra, gue juga sayang sama lo. Kemaren..” Kinan menghela nafas, lalu melanjutkan kalimatnya.” Tapi emang kayaknya lebih baik kita temenan dan jadi partner kerja aja, engga lebih.” Kinan membalas genggaman Vindra yang kini tidak seerat pertama saat ia memegangnya setelah mendengar perkataan Kinan barusan.
“Kenapa, Nan? Gak ada lagi kesempatan buat gue?” Pinta Vindra.
“Lo selalu dapet kesempatan, Ndra, hampir setahun kesempatan itu kebuka buat lo. Tapi lo gak pernah ambil kesempatan itu. Dan sekarang kesempatan itu engga ada lagi, karna gue udah matengin hati gue buat Raka,” Tukas Kinan mantap sambil tersenyum melihat Vindra.
Vindra diam dan melihat ke langit.”Iya, Nan. Gue ngerti, maafin gue ya, Nan. Atas ketololan gue selama ini. Dari lo gue belajar banyak.” Vindra menoleh kepada Kinan dan tersenyum.
“Iya, Ndra. Maafin gue juga ya, gue harap kita  masih bisa jadi temen dan partner kerja yang baik.” Kinan membalas senyum Vindra.
“Pasti lah, kalo lo kenapa-kenapa juga jangan segen cerita ke gue lagi ya, hehehe. Tuh, Raka udah jemput lo. Sana gih, kelamaan lagi ntar dia nungguin lo.” Vindra menunjuk ke arah mobil bercat putih di depan radio yang baru saja sampai.
“Siap, bos! Gue balik duluan ya, Ndra. Lo ati-ati kalo pulang.” Kinan berdiri sambil membawa tas punggungnya.
“Nan, tunggu!”
“Iya? Kenapa, Ndra?”
“Gue cuman pengen lo tau juga, kalo hati gue udah hampir penuh buat lo, ketika lo pergi dari sana bakalan ada lubang yang besar banget. Tapi, dengan liat lo bahagia gue bakalan ikut seneng dan gue yakin semoga bisa obatin hati gue. Lo baik-baik ya sama Raka.”
Mata Kinan berkaca-kaca lagi dan tersenyum simpul kepada Vindra. “Iya, Vindra. Makasih, makasih banget..”
Setelah menjawab ungkapan hati Vindra, kini Kinan menuruni tangga radio dengan berlari-lari kecil dan menghampiri Raka. Dari lantai atas terlihat Vindra merangkul kakinya lalu melihat Kinan dan Raka yang terlihat begitu bahagia.
Vindra tersenyum, dalam hatinya ia akan tetap selalu melihat Kinan di balik pintu kaca studio ketika Kinan siaran. Kata orang cinta tidak harus memiliki, itu benar. Itu yang Vindra rasakan sekarang. Cinta tidak butuh pamrih, tapi pengorbanan. Perasaan tidak bisa dipaksakan untuk memberikan feedback yang sama terhadap apa yang kita rasakan.
Cukup nikmati rasa cinta itu dan dengarkan alunannya, nyatakan apa yang seharusnya kamu nyatakan dan katakan. Bilang cinta tidak sesulit apa yang kita bayangkan ketika kita benar-benar hanya ingin memberi tau bahwa kita cinta dengan seseorang, tidak harus mengharapkan ia harus menerima cinta kita atau tidak.
Dan untuk Vindra, Kinan adalah  cewek di balik pintu kaca yang akan selalu menginspirasinya.

Terimakasih, Kinan...